Mugkin hari ini aku sedang ingin ada yang menerhatikan, aku melamun dalam sebuah ruang kosong, mata ku tertuju pada satu arah dimana disana terpajang foto mama.
Aku menatap mata foto dengan senyum simpul menghiasi wajah nya, dengan senyuman ke ikhlasan yang terbaca ketika melihatnya.
Lamunan ku berawal dari sesuatu yang terjadi hari ini, aku sangat tergantung pada mama, aku sangat merepotkan mama, aku mungkin tak bisa tanpa mama.
fikirku melayang lepas, pikirku makin menjauh dari ambang kesadaran, otak ku mulai bersugesti yang mengeri kan. “jangan sekarang, karena aku belum siap” itu kalimat yang aku katakan.
Semakin aku merasa aku keterlaluan dengan memberatkan beban ekonomiku pada mama, yang benar-benar sangatlah besar tiap bulan nya, belum lagi ada kakak ku yang belum memiliki penghasian yang pasti. Dan aku semakin siap bahkan aku semakin yakin atas keputusan ku untuk mencari pekerjaan untuk ku.
Namun sayang sekali, kesempatan belum ada untuk ku, jika pun ada selalu saja ada halangan entah ini pertanda apa yang jelas selalu saja ada kendala di kala kesempatan itu mulai hadir.
Mungkin Allah belum percaya padaku, namun aku tetap optimis, aku akan tetap pada pendirianku, membantu perekonomian keluarga ku, setidak nya untuk membiayai hidupku sendiri.
Aku berniat ingin membagi kesedihan pada pacarku Ian, namun sepertinya dia sibuk dengan urusan nya, lagi-lagi aku seolah sendirian. Karena dia tak balas pesanku waktu itu, aku makin sadih, aku makin membutuhkan seseorang untuk menenangkanku, namun sepertinya aku harus berusaha menenangkan nya sendiri.
Aku juga tak bisa berbagi cerita dengan temanku, karena aku tak mau di kasihani, bagus dikasihani tapi bagaimana jika teman-temanku menjauhiku karena malu jika memiliki teman sepertiku.
Aku coba tenangkan diriku dengan Istighfar “astaghfirullahaladzim”, ku rebahkan tubuhku dan ku tarik nafas panjang, aku melihat handphone dan ternyata taka da balasan dari Ian, aku berfikir mungkin dia juga ada masalah, atau dia sibuk malam ini.
Yang jelas berdoa saja agar tak terjadi apa-apa padanya. Seperti biasanya jika aku tengah gundah seperti ini aku akan berdiri di pagar depan kamar dan merasakan angin yang menyentuh pipi, dengan itu aku tenang, dengan itu aku merasa memiliki teman, dengan itu aku mampu menenangkan otak ku namun sayang nya cuaca malam ini mendung tanpa bintang, bahkan air menetes membasahi tanah.
Terang saja aku gundah, terang saja aku kesal, terang saja aku kesepian. Karena aku baru tau jika ayahku baru saja meminjam uang 35juta dan menghabiskan semua gajinya untuk istri mudanya.
Dan yang bikin aku kecewa alasan yang menguatkan meminjam uang itu adalah aku, ayah berbohong katanya uang itu untuk ku, untuk biaya smesteran studyku.
Padahal aku sama sekali tidak tau apa-apa, aku kaget dan marah namun semua percuma. Uang sudah kandas kemarahan tak kan merubah semuanya, hanya membuang-buang tenaga dan waktu yang ada. Aku pun mencoba lagi mengambil telpon genggamku dan aku tak lagi mengirim mesege bahkan aku menelvon ayahku, bukan untuk meminta penjelasan melainkan aku meminta pertanggung jawaban.
Aku meminta ayahku membantu mama membiayai studyku, aku tau percuma berkata demikian pada ayah, pasti tak kan ada hasil.
Pikirku, tak apa tak menghasilkan uang, tapi setidaknya beliau bisa berfikir dimana pertanggung jawaban beliau sebagai seorang ayah, dimana pertanggung jawaban beliau sebagai kepala rumah tangga, karena ada satu hal yang harus dibuka dan dibenar kan dan diterangkan jika “secara hukum mama dan ayahku belum sah bercerai”.
Perihnya hatiku ketika aku harus terus-terusan melihat mama menangis untuk anak-anaknya, terutama aku ( aku rasa begitu ).
Mama menguras semua tabungan, membanting tulang, meminjam uang kesana kemari hanya untuk seorang Trie.
Anak mama yang sering menyakiti hati mama, anak mama yang sering durhaka pada mama, anak mama yang sering mengecewakan mama. Namun mama tetap berusaha untuk ku. Untuk anak durhaka sepertiku.
Betapa beruntungnya aku, memiliki mama. Betapa beruntungnya aku terlahir dari Rahim mama, betapa beruntungnya aku menjadi bagian dari hidup mama.
Karena aku menyadari jika aku melihat kebelakang, melihat masalaluku. Aku yakin orang tua mana yang akan tahan dengan tingkah laku seorang gadis remaja yang brital seperti aku, jika orang tua yang lain mungkin aku sudah di usir atau mungkin aku tak di akui anak nya lagi.
Namun mama, beliau sangat bermurah hati dan berlapang dada memaafkan aku, dan akupun menyadari jika sampai detik ini aku memang tak baik, tapi aku akan berusaha untuk memperbaiki diri.
BISMILLAH. SILAHKAN DIKUNJUNGI http://transblogfauzan-indonesia.blogspot.com dan KLIK HALAMAN UTAMA. SILAHKAN DISAMPAIKAN KEPADA KELUARGA, SAUDARA, DAN TEMAN2 YANG LAIN.
BalasHapus